Kamis, 09 Agustus 2018

SKSD Part II


Kamis, 11 Mei 2017, dalam perjalanan menuju Candi Borobudur, jurus SKSD itu kembali digunakan dan hasilnya manjur. Setelah menumpangi dua bus yang berbeda dari arah Yogyakarta, yaitu bus besar dan bus tiga perempat, aku harus kembali menggunakan moda transportasi lain untuk sampai di gerbang masuk Candi Borobudur. Ada banyak pilihan, ada bentor, delman dan Ojek. Aku memilih delman, agar suasananya terasa berbeda. Setelah kutanyai sang empunya delman, tarif menuju Candi Borobudur ternyata Rp. 20.000. 

Kulihat sekeliling, ahhaa..
Aku melihat sepasang kekasih yang sebelumnya berada di mobil bus yang sama denganku. Aku dekati mereka, menanyakan hendak naik apa untuk sampai di Candi Borobudur, lalu aku tawarkan untuk menumpangi delman bersama denganku. Tujuannya adalah tak lain agar ongkos delmannya lebih murah jika jumlah penumpangnya lebih banyak. Kami betiga pun naik delman istimewa, dan aku hanya membayar sejumlah Rp. 5.000 dan pasangan tadi membayar Rp.15.000. Alhamdulillah rezeki anak sholehah. Sepanjang perjalanan kami berbincang banyak hal, dan akhirnya diketahui bahwa mereka adalah sepasang pengantin baru yang sedang berbulan madu. 


Bagaimana? SKSD yang bermanfaat bukan?

Serang, 09 Agustus 2018


Selasa, 07 Agustus 2018

Sok Kenal Sok Dekat (SKSD) itu Perlu


SKSD Part I

Foto di atas diambil ketika pertama kali menginjakkan kaki di atas ular besi yang akan membawaku menempuh perjalanan terjauh seumur hidup. Ya, saat itu, Senin, 08 Mei 2017 untuk pertama kalinya aku akan solo backpacker ke Jogja dan sekitarnya. Ini perjalanan terjauh dan terlama yang pernah aku lalui. Dari Stasiun Pasar Senen, Jakarta menuju Stasiun Lempuyangan, Yogyakarta. 

Aku tiba di Stasiun Pasar Senen sekitar Pukul 11.10 WIB. Kereta dijadwalkan akan berangkat pukul 11.20 WIB. Aku hampir terlambat. Tempat dudukku seharusnya tepat di samping jendela. Tapi ternyata sudah ditempati penumpang lain, anak-anak lebih tepatnya. Mengalah sajalah. Saat itu aku duduk di depan dan di samping satu keluarga yang hendak menuju Jawa juga. Aku lupa di stasiun mana mereka akan berhenti. Yang pasti mereka turun dari kereta lebih dulu. Keluarga yang terdiri dari ibu, anak dan nenek itu ternyata berasal dari Pandeglang, Banten. Kami satu daerah ternyata. 

Untuk perjalanan yang akan ditempuh kurang lebih selama sembilan jam, aku hanya membawa bekal makanan seadanya. Dua botol air mineral dan dua bungkus camilan. Aku tidak membawa makanan berat untuk makan siang atau makan malam. Tapi, penumpang di sampingku berbaik hati berbagi bekal denganku. Mereka membagi makanan apa yang mereka bawa. Tahu kenapa? Karena mereka baik dan aku yang kelewat SKSD alias Sok Kenal Sok Dekat. Itulah kenapa terkadang orang yang kadar SKSD-nya tinggi lebih banyak mendapatkan keuntungan. Di antaranya, bisa dapat makanan gratis dan teman baru di perjalanan. Tapi yang perlu diingat adalah SKSD-nya harus yang sesuai aturan dan sopan ya. 

Sepanjang perjalanan kami berbincang banyak hal. Keluarga, pendidikan dan lain sebagainya. Bagiku yang pertama kali bepergian jauh, seorang diri pula. Ini adalah perjalanan yang paling mengesankan. Pemandangan di luar jendela yang menakjubkan, teman duduk yang asyik dan baik, badan yang pegal karena terlalu lama duduk, suasana perjalanan yang nyaman dan penuh tantangan di depan mata. Semuanya terekam dengan baik di benakku. Kelak semuanya akan jadi cerita. Maka dari itu penting sekali cerita perjalanan itu dituliskan, agar tetap abadi, dibaca banyak orang, dan tidak hilang ditelan lupa.

Terima kasih perjalanan untuk pelajaran baiknya.
Serang, 08 Agustus 2018

Jumat, 03 Agustus 2018

Perempuan Tangguh




Yogyakarta, Rabu, 10 Mei 2017. Menjelang siang aku masih berputar-putar di kawasan alun-alun Kraton Ngayogyakarta. Setelah berkeliling di Kraton dan makan siang, aku beranjak untuk kembali ke tempat yang harus segera didatangi, berjalan santai menyusuri trotoar. Langkahku terhenti di depan sebuah bangunan yang sedang direnovasi, tepat di samping Museum Sonobudoyo. Terhenti setelah melihat pemandangan ini. Pengalaman langka yang pertama kalinya aku saksikan. Dua orang wanita sedang mengaduk semen dan pasir. Mohon maaf, mereka jadi pekerja bangunan. Tak ada yang salah memang dengan pekerjaan itu. Hanya saja aku dibuat takjub, pekerjaan berat yang notabene dilakukan kaum adam ini ternyata bisa dilakukan dengan baik oleh dua srikandi itu. 

Mereka, dua ibu yang tangguh. Ah, sayang aku lupa namanya. Aku sempatkan untuk berbincang dengan mereka. Ternyata mereka adalah ibu dan anak yang sama-sama menjadi tulang punggung keluarga. Kehidupan memaksa mereka untuk menjalani hal demikian. Aku bahagia Allah menuntun langkahku ke tempat ini. 

Bu, terima kasih. Dari kalian aku belajar bahwa menjadi perempuan itu harus kuat, tahan banting dan bisa diandalkan. Terima kasih untuk 'perjalanan' yang mengajarkan begitu banyak pelajaran berharga dalam hidup. Inilah bagian terindahnya berjalan kaki. Kita akan menjumpai hal-hal yang tak terduga yang tidak akan dijumpai ketika berkendara.

Jogja, I,m in love 

 


Serang, 03 Agustus 2018

Kamis, 02 Agustus 2018

Apapun Itu Rasanya Tetap Spesial



Inilah menu makan malam andalanku ketika solo backpacker ke Jogja. Menu biasa, murah meriah, dan mengenyangkan untuk ukuran porsi makanku. Paket makan yang cukup komplit ini dibandrol dengan harga yang cukup murah, yup cuma Rp. 8.000 saja. Bagiku yang saat itu hanya membawa bekal seadanya, menu makan seperti ini menjadi andalan, menjadi penolong dan paling mengerti kondisiku. Menu seperti ini aku nikmati ketika berada di Malioboro, Alun-Alun Kraton dan Alun-Alun Kidul.
          Di sana orang-orang menyebutnya dengan Nasi Kucing. Koq bisa? Mana kucingnya? JJ
Isi nasinya beragam, ada yang berisi ikan teri, tempe orek dan lain sebagainya. Aku sudah coba semua varian dan tentu saja rasanya enak. Dan yang lebih menarik adalah tempat makannya. Lesehan. Aku suka sekali. Walaupun datang seorang diri, pada saat makan seperti itu aku akan keluarkan jurus SKSD ku pada orang-orang yang ada di sana. Untuk apa?? “Supaya gak ngenes-ngenes banget guys”

Pokoknya, Jogja aku padamu..

Serang, 02 Agustus 2018 

Kenikmatan dalam Semangkuk Wedang Ronde



Mengenal nama Wedang Ronde pertama kali dari sebuah novel yang berlatar di daerah Jawa, entah Jawa bagian mana. Novel yang pernah saya baca saat berseragam putih abu-abu. Saat bernekad travelling ke Jogja seorang diri rasanya mewajibkan diri sendiri untuk mencicipi penganan yang satu ini. Akhirnya, Selasa Malam, 09 Mei 2017, aku bisa menikmati semangkuk kecil wedang ronde hangat di Kawasan Malioboro ditemani angin malam yang sejuk dan hiruk pikuk Malioboro yang rasanya semakin membuat rasa cinta pada Jogja semakin membuncah.

Semangkuk kecil wedang ronde ini dihargai Rp. 8.000, yang terdiri dari campuran air rasa jahe, kacang, roti dan kulang-kaling (kalau tidak salah). Kesan pertama menikmati wedang ronde dengan suasana Jawa yang sangat apa adanya mengingatkanku pada kisah yang diceritakan dalam novel yang pernah aku baca. Aku seperti terseret pada kisah itu. Kisah orang-orang Jawa di zaman dulu.

Ini nikmat yang luar biasa kawan. Sudah memberanikan diri solo backpackeran ke Jogja itu sudah luar biasa bagiku. Sesuatu yang diawali dengan nekad ternyata menarik dan penuh kejutan. 

Jogja, aku tresno.   











Serang, 02 Agustus 2018